Monday, August 17, 2015

Perspektif Kemerdekaan pada Teknologi ICT





"Tujuh belas agustus tahun empat lima, itulah hari kemerdekaan kita..." itulah sepenggal lagu hari kemerdekaan Indonesia, dimana tepat pada hari ini seluruh anak bangsa merayakannya dengan penuh sukacita terlepas dari persoalan yang membelit negeri ini.

Merdekaa..merdekaaa...kata merdeka jika diartikan secara awam adalah lepas dari cengkraman, atau lepas dari kekuasaan asing, atau tidak lagi dibawah perintah asing. Benarkah kita sudah benar-benar merdeka??  Pada perspektif Teknologi, khususnya teknologi yang berbasis ICT (Information and Communication Technology) banyak sekali pekerjaan rumah negeri ini.  Anak bangsa ini masih berjuang keras menjadi tuan rumah di negeri sendiri dengan segala tantangan dan keterbatasan yg ada, baik yang faktor internal maupun eksternal.

Tidak ada yang tidak mungkin, jikalau kita terus berusaha diiringi dengan do'a yang tulus, disertai dukungan penuh penentu kebijakan negeri ini dan dukungan seluruh masyarakat, maka hanya tinggal menunggu waktu saja kita akan menjadi tuan rumah di negeri sendiri. 

Teknologi ICT negeri ini memiliki sejarah panjang, dimulai era tahun 80-an ketika keterbukaan informasi mulai dirasakan. Puncaknya pada era 90-an, dimana ketika internet mulai diperkenalkan, sekaligus menandai era revolusi digital. Kemudian dilanjutkan pada akhir 90-an sampai awal 2000-an diperkenalkannya telephone genggam atau mobile phone dimana telah terjadi perubahan yang drastis dimana mobilitas menjadi pembeda dengan teknologi sebelumnya, meskipun hanya  sebatas komunikasi dan sms saja. Selanjutnya hingga kini kita semua maklum, telepon genggam telah berevolusi menjadi smartphone yang mampu sekaligus berfungsi sebagai piranti multimedia seperti camera, organizer, radio, GPS, televisi, dan internet. Era inilah orang menyebut sebagai era konvergensi, yaitu ketika layanan informasi, telekomunikasi, dan penyiaran telah menjadi satu,dimana anatar satu dengan yang lainnya sudah semakin abu-abu batas-batasnya. Semuanya telah melebur menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. 

Kebutuhan akan infrastruktur berupa penyediaan jaringan internet berkecepatan tinggi atau sering disebut broadband semakin dibutuhkan, terlebih jaringan yang bersifat mobile seperti teknologi selular. Era broadband telah digaungkan sebelumnya sejak system 3G diperkenalkan, namun karena tuntutan ekspektasi kecepatan akses data dan kebutuhan akan data yang semakin tinggi, maka 4G adalah jawaban untuk hal tersebut. LTE lahir sebagai representasi teknologi selular generasi ke-4 yang menawarkan berbagai kelebihan dibanding generasi sebelumnya. Namun bukan ini permasalahannya, yang jadi pertanyaan adalah seberapa jauh pemanfaatannya kelak untuk kepentingan masyarakat banyak. 

Dalam sebuah literatur disebutkan bahwa utnuk menjadi negara besar, salah satu syaratnya adalah harus menguasai teknologi ICT. Menguasai bisa diartikan memonopoli dengan memproduksi perangkat keras maupun lunak untuk digunakan pada suatu perusahaan di negara lain. Hal ini mungkin lumrah, seperti produk-produk lain seperti otomotif juga telah berpuluh-puluh tahun "dikuasai" asing, yang mengakibatkan ketergantungan yang amat sangat terhadap produk  maupun suku cadang. Setali tiga uang dengan nasib ICT kita dimana market telah dibanjiri puluhan, bahkan ratusan produk asing. Tidak salah kalau dikatakan saat ini nasib ICT kita masih "dikuasai" asing. So, itu dari sisi produk yg notabene ranahnya manufaktur, masih dimaklumi seperti produk-produk lain yang mayoritas produk asing mendominasi di pasaran. Yang perlu dicermati adalah kekuatan asing pada pengelolaan sumberdaya ICT, dalam hal ini campur tangan asing atau keterlibatan asing pada perusahaan-perusahaan operator ICT negeri ini. Mengingat kebutuhan akan ICT merupakan hajat hidup orang banyak sehingga jangan sampai nilai komersialnya lebih dominan. Komersialisasi merupakan hal yang wajar karena untuk kelangsungan roda perusahaan, namun komersialisasi yang diluar batas akan menggerus kemerdekaan masyarakat akan penggunaan pemanfaatan teknologi ICT. Hak untuk mendapatkan akses informasi dan telekomunikasi yang prima dan terjangkau merupakan hak asasi setiap masyarakat. Masyarakat jangan "dijajah" dengan persaingan yang tidak sehat antar operator yang ujung-ujungnya mengorbankan kualitas layanan sehingga masyarakat menjadi korban. Disinilah peran pemerintah sebagai regulator diuji keberpihakannya apakah pro-korporasi atau pro-rakyat. 

Sebagai penutup, bahwa secanggih apapun teknologi yang digunakan tidak akan berarti apa-apa jika tidak digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Bagi masyarakat ICT, merdeka itu adalah mudah akses dan terjangkau. Dirgahayu ke-70 negeri-ku, semoga tetap jaya..

1 comment:

  1. terima kasih banyak kak,saya kesulitan mencari blog seperti ini,sangat bermanfaat untuk saya yang sedang berkuliah.Perkenalkan saya Ade Taufi Kurrachman Mahasiswa STMIK Atma Luhur Pangkalpinang jangan lupa datangi website kampus saya kak https://www.atmaluhur.ac.id

    ReplyDelete